Pondok Pesantren Qomaruddin terletak di Dusun Sampurnan, Desa
Bungah, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur, lebih
kurang 17 km dari pusat kota Gresik menuju ke utara, atau tepatnya 200
meter sebelah barat Kantor Kecamatan Bungah. Wilayah Kecamatan Bungah
merupakan daerah konsentrasi pondok pesantren dan pendidikan umum di
wilayah kabupaten Gresik belahan utara.
Di Desa Bungah, selain pondok pesantren Qomaruddin, terdapat pula
pondok pesantren-pondok pesantren lain. Di antaranya ialah pondok
pesantren Al-Islah, Asrama Pesantren Ta’limul Qur’an, Pondok Pesantren
An-Nafi’iyah dan Pondok Pesantren Baiturrahman. Keempat pesantren
tersebut masih dalam satu jalinan keluarga dengan Pondok Pesantren
Qomaruddin, yang berdiri sendiri-sendiri secara otonom, baik dalam
pengelolaan ke dalam maupun urusan ke luar. Selain itu, sebagian besar
santri-santri keempat pondok pesantren tersebut mengikuti kegiatan
pendidikan di Pondok Pesantren Qomaruddin, khususnya pada pendidikan
formal.
Pondok Psantren Qomaruddin Sampurnan Bungah didirikan oleh kiai
Qomaruddin. Bagaimana dan mengapa kiai Qomaruddin mendirikan pondok
pesantren di Sampurnan Bungah? Pada awalnya, beliau mendirikan pesantren
di Desa Kanugrahan (dekat Pringgoboyo), Kecamatan Meduran, Kabupaten
Lamongan. Pesantren yang didirikan itu diberi nama Pesantren Kanugrahan.
Tahun berdirinya pesantren itu ditandai dengan candra sengkala “Rupo
Sariro Wernaning Jilma” (1681/S/1753 M). Dalam waktu singkat, Pesantren
Kanugrahan sudah di kenal di daerah sekitarnya. Jumlah santri mencapai
sekitar 300 orang (jumlah yang sangat besar waktu itu). Beberapa tahun
kemudian, kiai Qomaruddin ingin pergi ke Gresik. Tujuannya untuk
menemuhi santrinya (Tirtorejo, keturunan Kanjeng Sunan Giri) yang kala
itu telah menduduki jabatan sebagai tumenggung di Gresik.
Dalam perjalanannya menuju Gresik, tempat pertama yang disinggahi
adalah Desa Morobakung, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Di desa ini
beliau mendirikan rumah dan surau sebagai tempat mengajarkan ilmu agama.
Tidak diketahui dengan pasti, berapa tahun kiai Qomaruddin bermukim di
Desa Morobangkung itu. Hanya diceritakan bahwa ada tiga keluarganya yang
meninggal dunia dan dimakamkan di desa itu. Di antaranya adalah ibu
mertua, putrinya (yang dikenal dengan sebutan Mbok Dawud), dan cucu
putrid menantunya. Makam keluarganya terletak berderet, sehingga sampai
sekarang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan makam jejer telu (makam
yang berjejer tiga).
Menurut masyarakat setempat, nama desa Morobangkung diduga berasal
dari kata moro dan bakung. Moro artinya datang, bakung adalah singkatan
dari kata embah kakung (kakek). Embah kakung yang dimaksud tidak lain
ialah kiai Qomaruddin kedessa tersebut diterima sebagai datangnya
seorang sesepuh (moro-ne embah-kakung) yang sangat diharapkan dan
dicintai masyarakat. Sebutan itu terabadikan menjadi nama sebuah desa
hingga sekarang. Tak lama kemudian, kiai Qomaruddin meninggalkan Desa
Morobakung. Beliau menyeberangi Bengawan Solo kearah utara, tapatntya
menuju Desa Wantilan, tak jauh dari Desa Morobakung. Kepergian ini
semata-mata ingin mencari lokasi yang dianggap sebagai tempat yang cocok
untuk mendirikan sebuah pesantren seperti yang diharapkannya.
Ada lima kriteria yang diidealkan oleh kiai Qomaruddin untuk lokasi pesantren, yaitu
1. Dekat dengan pemerintahan (untuk memudahkan hubungan dengan pusat kekuasaan)
2. Dekat dengan jalan raya (untuk memudahkan jalan transportasi)
3. Dekat dengan pasar (untuk memudahkan kebutuhan pokok)
4. Dekat dengan Hutan (untuk memudahkan mencari kayu baker dan kebutuhan pokok lainnyas)
5. Air yang mencukupi kebutuhan keluarga dan santri.
Pertimbangan “material” tersebut kemudian dipadu dengan hasil
istikharah. Hasilnya menunjukkan bahwa beliau harus mengembara lagi
untuk kesekian kalinya dalam rangka menentukan tempat pondok pesantren
yang tepat. Sampai kemudian kiai Qomaruddin di suatu tempat yang
terletak di antara Masjid Gede Bungah dan kantor Distrik Kecamatan
Bungah. Rupanya, di tempat itu kiai Qomaruddin mendapatkan firasat yang
baik sesuai dengan cita-citanya.
Akhirnya di tempat itu pulalah beliau mendirikan pondok pesantren,
tepatnya pada 1775 M/1188 H. kanjeng Tumenggung irtorejo (K. yudonegoro)
memberi nama bagi pesantren yang baru didirikan kiai Qomaruddin itu
dengan Pesantren Sampurnan Nama dan Sesepuh Pondok Pesantren Qomaruddin
Sesepuh Pondok Pesantren Sampurnan, Mbah KH. Zubair Abdul Karim
menyebutkan bahwa pemberian nama Pondok Pesantren Sampurnan itu
merupakan isyarat dan harapan agar kiai Qomaruddin dan anak cucunya
tetap menetap di Sampurnan. Sebab dukuh Sampurnan merupakan tempat yang
baik, utamanya bagi berdiri dan berkembanganya sebuah pondok pesantren.
Mbah Zubair menambahkan bahwa kata sampurnan merupakan akronim
(kependekan) dari kata sampurno temenan (benar-benar sampurna).
Pada tahun 60-an, atas inisiatif kiai Hamim Shalih (putra Kiai Shilih
Musthafa), pesantren ini diberi nama Darul Fiqih. Menurutnya, nama itu
cocok karena beberapa pertimbangan, antara lian:
1. Kitan yang banyak
menjadi rujukan pengajaran, terutama sejak kepemimpinan Kiai Moh. Sholih
Tsani adalah kitab-kitab fiqih,
2. Harapan agar pesantren ini dapat
mencetak kader-kader ahli fiqih yang dapat menerapkan ilmunya di
masyarakat,
3. Pesantren ini menjadi rujukan penetapan hukum bagi
masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan tahun 70-an, pesantren ini
diubah namanya menjadi Pondok Pesantren Qomaruddin. Nama itu dinisbatkan
kepada pendirinya, kiai Qomaruddin sekaligus dalam rangka tabarruk
(mengharapkan barakah) kepada pendirinya.
Sampai sekarang, nama Pondok Pesantren Qomaruddin inilah yang secara
resmi atau secara formal administrative dipergunakan, baik untuk
keperluan internal maupun eksternal. Dikatakan secara resmi atau secara
formal administrative, karena sejak tahun 1972, telah dibentuk yayasan
pengelolah pendidikan di pesantren dengan nama “Yayasan Pondok Pesantren
Qomaruddin”. Dalam usianya yang telah mencapai dua abad lebih, secara
berturut-turut pesantren Qomaruddi dipimpin oleh dzurriyat (keturunan)
kiai Qomaruddin yang ditetapkan melalui musyawarah keluarga. Dalam
tradisi pesantren Qomaruddin, suksesi kepemimpinan dilakukan pada saat
pemangku pulang kerahmatullah (meninggal dunia). Sebelum dilakukan
sholat jenazah dan pemakaman, para sesepuh pesantren yang terdiri atas
dzurriyat (keturunan) kiai Qomaruddin bermusyawarah untuk menentukan
yang berhak menjadi pemangku (pemimpin) berikutnya. Di antara kreteria
utama yang menjadi pertimbangan adalah, pertama, hubungan kekerabatan.
Kedua, kemampuan membaca kitab. Ketiga, penguasaan terhadap ilmu agama.
Keempat, pengabdian di pesantren. Kelima, dikenal oleh masyarakat luas.
Sampai saat ini pemangku (kepemimpinan) di Pondok Pesantren Qomaruddin
sudah mengalami pergantian sebanyak tujuh kali (tujuh generasi).
Para pemangku yang dimaksud ialah:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar